Sepenggal Kisah Tom Riddle

Saat itu awal musim dingin di tahun ketujuh Tom Riddle di Hogwarts. Asrama Slytherin terasa lebih dingin dari biasanya. Ruang bawah tanah itu berdinding batu kasar. Di langit-langitnya yang rendah bergantung lampu-lampu yang memancarkan cahaya kehijauan. Jendela-jendela besarnya yang menghadap langsung ke kedalaman danau Hogwarts menyuguhkan pemandangan bawah air musim dingin. Ganggang-ganggang hijau tumbuh menjalar ke atas dan menari-nari seirama gelombang air danau. Sesekali terlihat cumi-cumi raksasa melintas di depan jendela-jendela besarnya. 

Ruang rekreasi lebih sepi daripada biasanya. Hanya ada beberapa murid yang sedang duduk di sofa hitam di depan perapian sambil membaca buku. Murid-murid lainnya lebih memilih berdiam di kamar, menggulung diri dalam selimut, dan tidur.

Tom Riddle berdiri di depan jendela. Matanya menatap jauh menembus gelapnya danau Hogwarts. Dia tampak sedang memikirkan sesuatu.


Foto: Harry Potter and the Chamber of Secrets


Profesor Merrythought, guru Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam, akan pensiun. Tom yakin Profesor Merrythought sudah tidak mengajar lagi tahun depan. Profesor Slughorn yang dalam pertemuan Klub Slug pertama setelah musim panas tahun lalu memang tidak menjawab pertanyaannya mengenai pensiunnya Profesor Merrythought, namun hanya mengedip padanya yang menandakan bahwa kabar itu benar.

Tom mengincar posisi tersebut. Dia adalah murid brilian dengan bakat luar biasa. Menjadi Prefek, Ketua Murid, dan berhasil meraih Penghargaan Istimewa untuk Pengabdian kepada Sekolah. Profesor Dippet, kepala sekolah Hogwarts, sangat menyukainya. Tentunya Profesor Dippet tidak akan menolak saat dia melamar menggantikan posisi Profesor Merrythought setelah lulus nanti. Nilai akademik yang sempurna ditambah dengan kemampuannya memikat guru-guru di Hogwarts dengan sikapnya yang tampak sopan membuatnya yakin Profesor Dippet akan memberinya jabatan itu.

Tom menyeringai membayangkan dirinya mendapatkan jabatan yang diincarnya. Memiliki posisi yang berpengaruh serta dapat memberikan perintah-perintahnya kepada penyihir-penyihir muda membuatnya merasa semakin dekat dengan tujuannya.

Perhatian Tom teralihkan ke sisi lain jendela. Sesosok duyung memandanginya sejak tadi. Duyung itu memang selalu memandang kagum Tom. Pernah suatu malam saat Tom baru menyelesaikan tugasnya sebagai prefek, si duyung menunggunya sambil mengetuk-ngetukkan jari-jarinya yang runcing berselaput ke jendela asrama Slytherin.

Tom jengkel karena menurutnya duyung itu terus saja mengganggunya sejak tahun pertamanya di Hogwarts. Matanya memandang tajam si duyung yang mengedip-ngedip padanya.

Foto: Harry Potter and the Chamber of Secrets

Tom mengambil tongkat sihir di saku jubahnya, mengacungkannya ke arah si duyung, dan menggumamkan mantra. Sekejap kemudian si duyung merasakan sekujur tubuhnya sakit tak tertahankan. Si duyung menggeliat-geliat menahan kutukan Cruciatus dari Tom. Tak lama kemudian dia menghentikan kutukan itu. Wajah si duyung terlihat begitu merana. Dengan sisa kekuatan yang ada, dia berenang menjauh dari jendela asrama Slytherin. Menjauh dari Tom Riddle.

Tom berpaling dari jendela dan berjalan menuju kamar anak laki-laki.

"Tidakkah itu berlebihan, Tom? Maksudku, dia hanya duyung." Kata seorang remaja laki-laki yang duduk di depan perapian. Dia menoleh ke arah jendela ketika Tom menyerang si duyung.

Foto: Harry Potter and the Chamber of Secrets

Tom berhenti sejenak dan menatap teman Slytherinnya. "Aku masih berbaik hati tidak membunuhnya. Dan kau Avery, berhenti memanggilku dengan nama itu atau kulenyapkan lidahmu."

"Aku menyesal, Yang Mulia." Jawabnya sambil menunduk menghindari tatapan mata dingin Tom.

🌿🌿🌿

--- A/N: Ide bikin fanfic ala-ala ini muncul ketika aku membaca kisah Tom Riddle di novel Harry Potter keenam karya JK Rowling. ---

Comments