Namaku Kim Hyejin. Aku kelas dua SMA. Aku memiliki senyum yang cerah seperti mentari di musim semi. Bukan aku sendiri yang mengatakannya. Aku tidak senarsis itu. Yoon Jeonghan, teman sekelasku yang duduk tepat di bangku belakangku yang mengatakannya saat kami tidak sengaja bertemu di gerbang sekolah di hari pertama masuk setelah libur musim dingin.
Jeonghan teman yang baik. Dia sering membantuku jika aku menemui kesulitan di pelajaran Sejarah. Aku tidak suka belajar sejarah di dalam kelas. Aku lebih senang mempelajarinya di museum atau tempat-tempat bersejarah karena menurutku jauh lebih menyenangkan, apalagi ditemani Jeonghan. Kami menjadwalkan pergi bersama paling tidak sebulan dua kali. Beberapa teman mengira kami memiliki hubungan yang lebih dari teman. Kurasa mereka berpikir terlalu jauh. Jeonghan hanya membantuku belajar dan aku senang belajar dengan Jeonghan. Tidak ada apa-apa di antara kami. Setidaknya untuk saat ini.
Aku beruntung masuk di kelas 2-3. Selain Jeonghan, ada banyak lagi teman yang menyenangkan disana. Aku payah di pelajaran Matematika, tapi di kelas ini aku bisa memahaminya dengan lebih baik. Ada Lee Jihoon yang siap mengajariku saat aku mengalami kesulitan mengerjakan soal dengan rumus yang rumit. Jihoon duduk di bangku sebelah kananku. Dia baik sekali padaku. Setiap kali aku gagal memahami cara mengerjakan soal dan memintanya mengulang penjelasannya kembali, dia melakukannya dengan senang hati.
Boo Seungkwan yang duduk di bangku kedua sebelah kiriku memang berbakat menjadi komedian. Tanpa usaha yang keras, dia bisa membuat orang lain tertawa. Saat aku sedang suntuk, Seungkwan selalu berusaha menghiburku. Dia bisa membuatku tertawa dengan kata-katanya. Dia juga sering mengajakku bermain cham cham cham*.
Yang tidak kalah lucu dari Seungkwan di kelasku adalah Lee Seokmin. Seokmin duduk di bangku depanku. Sebenarnya dia tampan, tapi ketampanannya tertutup kelakuan konyolnya. Begitulah anak-anak perempuan di kelasku menilainya. Menurutku, tingkah konyolnya lah yang membuat dia terlihat lebih menarik. Dia bisa serius dan mendadak menjadi konyol dalam hitungan detik, dan itu berhasil mencairkan suasana saat kami jalan berdua di suatu sore di bulan April tahun lalu. Saat itu libur sekolah dan dia mengajakku nonton. Dia menungguku di stasiun. Selama perjalanan aku sering diam karena tidak tahu apa yang harus kubicarakan. Tetapi Seokmin selalu bisa menemukan bahan obrolan. Dia membuatku tertawa dengan tingkah konyolnya. Aku tidak merasa canggung lagi setelah itu. Di kelas dua ini kami menjadi semakin akrab, sebagai teman tentu saja.
Aku juga dekat dengan Hong Jisoo. Jisoo duduk di bangku sebelah kiri Seokmin. Dia lahir dan besar di Los Angeles. Dia menguasai bahasa Inggris dan bahasa Korea dengan sangat baik. Setelah lulus SMP dia pindah ke Seoul dan masuk ke sekolah ini. Di sela-sela jam pelajaran aku sering menghabiskan waktu bersamanya untuk membahas berbagai hal yang kami berdua sukai. Aku senang berbicara dengannya dalam bahasa Inggris. Dia bahkan memberiku nama inggris, Jocelyn. Katanya supaya terdengar mirip dengan nama inggrisnya, Joshua.
🍫
I don't care who you choose
I'll be satisfied at the fact
that I told you my honest feelings
You don’t need to know
how nervous I was
This is gonna end soon
So whatever you decide
I’ll control myself to it
🍫
Sehari menjelang 14 Februari ini ada yang tidak biasa dengan mereka berlima. Kurasa mereka penasaran kepada siapa kuberikan coklatku nanti. Kalau boleh kukatakan, mereka berusaha mendapatkan perhatian yang lebih dariku.
Sebelum kelas dimulai, Seokmin duduk di bangkunya menghadap ke arahku. Lalu dia mengambil bolpen tulip yang sedang kupegang dan menjadikannya seolah itu setangkai bunga. Kemudian dia memberikan "bunga" itu padaku sambil tersenyum. Dia juga menulis pengakuan perasaannya padaku yang dia tulis di secarik kertas berwarna jingga, warna kesukaanku. Sementara Jisoo diam-diam mengirimiku pesan dan mengajakku jalan berdua di libur musim semi yang datang sebentar lagi.
Saat pelajaran sedang berlangsung, Jeonghan beberapa kali menjahiliku dari bangku belakang. Dia menepuk pundakku dan saat aku menoleh ke arahnya, dia berpura-pura tidak melakukan apa-apa. Anehnya, aku tidak terganggu sama sekali dengan itu.
Melalui ekor mataku, aku menangkap Jihoon sedang menatap ke arahku. Dia melakukannya sambil melipat lengannya di atas meja dan menyandarkan kepala di atasnya. Saat aku melihat ke arahnya, secepat kilat dia menutup matanya dan berpura-pura tidur dengan wajah innocent. Aku juga memergoki Seungkwan menatapku. Dia langsung berpaling menatap langit-langit kemudian beralih cepat melihat ke luar jendela. Aku hanya bisa tersenyum melihatnya.
Aku telah memutuskan siapa yang besok akan kuberi coklat karena jauh sebelum ini aku sudah memilih seorang di antara Jeonghan, Jihoon, Seungkwan, Seokmin, dan Jisoo. Kuharap, aku tidak melukai perasaan empat yang lainnya.
Hmmm... aku sudah tidak sabar menunggu libur musim semi tiba!
***
Credits:
--- "Chocolate" translated lyrics by klyrics.net
--- All pictures taken from Chocolate Music Video by Pledis Entertainment
--- *Cham cham cham is a game where your opponent try to make your head goes to his/her direction. You will win if your head turn the opposite of your opponent's direction. The point is NOT to turn your head into the direction your opponent indicates. (Fokpop L @ answers.yahoo.com)
Behind the scene:
--- Ide nulis cerita ini muncul setelah
--- Kelar nulis, aku baca lagi dari awal sampai akhir, lalu mikir... "Gini banget sih hasil eksekusi ide gue???" Tapi ya sudahlah. Kalau nggak drama dan nggak too good to be true, kan bukan fanfic namanya😏
🌿🌿🌿
Comments
Post a Comment